Petualangan Menjelajahi Pulau Jawa dan Bali modal Ceban Alias 10.000 Rupiah

Petualangan Menjelajahi Pulau Jawa dan Bali modal Ceban Alias 10.000 Rupiah. Ga nyangka, sebuah perenungan liar gw di Surabaya, diperjalanan menuju Bandara Juanda, duduk dibelakang Babang Gojek nan tamvan, bener-bener gw eksekusi. Saat itu gw merenungkan untuk challenge diri gw explore lebih jauh, pergi ke daerah yang belum pernah gw pijak sebelumnya, ketemu dan sharing dengan orang-orang baru, serta belajar banyak hal baru dan berguru dengan sebaik-baiknya guru, pengalaman.

Kamis malam, dimalam jumat itu, gw mulai menyusun rencana. Dengan sisa uang 20.000 ribu didompet, dan gak sampai 40.000 di kelima atm yang gw miliki, akhirnya gw memasang tekad, untuk pergi nekat, menjelajahi Pulau Jawa hingga Bali.

Gw mulai menemukan jalan, ketika gak sengaja gw message Om gw yang di Puri Kembangan, Jakbar, yang mengatakan dia akan pulang ke Cimahi keesokan harinya, dan gw langsung menawarkan diri untuk nebeng dengan alibi ingin nemenin Om tersebut dijalan, meskipun diperjalanan gw lebih banyak tidurnya.

Kembali ke penyusunan planning malam itu, dengan uang 20.000, setidaknya gw bisa bayar ongkos kereta commuter line sebelum lanjut gojek ke kantornya dideket Puri Kembangan. Namun tiba-tiba, seorang sahabat lama gw datang ke kamar, dan langsung to the point buat minjam uang gw untuk makan malam, dengan rasa iba dan jujur gw katakan, gw cuma punya 20.000 ditangan dan bisa bantu dia cuma 10.000 buat makan malam. Tawaran tersebut langsung diambilnya dan tinggallah 10.000 rupiah alias ceban uang ditangan gw malam itu.

Gw mulai mencari cara, membongkar kantong-kantong tas, baju, jaket, celana, mengumpulkan uang recehan yang mungkin tersisa. Dan jawabannya ada diatas lemari, gw akhirnya bisa mengumpulkan uang recehan 100, 200, serta 500 rupiah yang akhirnya menyelematkan gw untuk membayar kereta api dan gojek keesokan harinya.

Perlengkapan Backpack Seadanya
Perlengkapan Backpack Seadanya

Setibanya di Puri, kantor Om gw, kita langsung jalan menuju masjid untuk jumatan, sisa uang recehan di kantong langsung gw alihkan ke kotak infaq sehingga seketika uang dikantong gw kosong dan ga ada pegangan sama sekali diperjalanan menuju Cimahi.

Setibanya di Cimahi malam harinya, Alhamdulillah gw beruntung dapet makan gratis dirumah Tante Ucu, istrinya Om gw dan adik kandungnya Papa, sehingga gw hanya berpikir untuk keesokan harinya harus gimana untuk melanjutkan perjalanan. Menjelang tidur, gw melamun, tak sampai 5 menit, gw ketiduran.

Esok paginya, gw mulai memutar otak, bagaimana caranya agar bisa melanjutkan perjalanan dari Bandung menuju, Jogja, sebelum berpetualang panjang ke Pulau Dewata. Gw baru ingat, bahwa sisa uang project gw di Surabaya masih ada yang belum dibayar, untung gw terbiasa membuat laporan tagihan hutang piutang di note hp gw, sehingga gw langsung meminta tagihan sisa uang pembayaran tersebut.

Alhamdulillah, keajaiban itu selalu ada. Setelah uang tersebut cair dan ditransfer ke rekening, gw langsung pamit dari rumah om dan tante gw yang di Cimahi tersebut, menggunakan gojek menuju Bandung untuk mampir sejenak ke kost sahabat gw yayat, sekedar bersilaturahmi dan berbagi cerita.

Disana, gw iseng-iseng untuk message Pakde gw, salah seorang owner tour & travel dari Cilacap, hanya sekedar menanyakan kabar. Pucuk dicinta rezeki selanjutnya tiba, ternyata Pakde gw tersebut sedang di Bandung, mengantarkan anak bungsunya untuk kuliah di Unikom. Sore harinya gw langsung menuju hotel ia menginap di jalan Dago.

Pakde gw ini merupakan salah satu pengusaha favorit gw, dari lingkaran terdekat. Setiap ketemu dengan dia, gw selalu dapet insight baru tentang wirausaha, dan ilmunya pelan-pelan gw praktekkan untuk pengembangan diri gw. Disisi Pakde, gw juga anak muda yang ia sukai karna sudah berani bertekad untuk menjadi pengusaha, meskipun dengan modal seadanya, sebagai anak daerah yang merantau, tanpa pengalaman kerja yang cukup, apalagi privilege alias hak istimewa sebagai anak keturunan sultan.

Sehingga setiap ketemu kita langsung diskusi secara mendalam, sharing tentang bisnis, digital marketing, kehidupan, dan banyak hal lainnya. Malam itu juga dia langsung buka kamar baru di hotel tersebut, khusus buat kami berdua, dan kita sharing hingga tengah malem.

Hasil sharing tersebut, gw dipercaya Pakde untuk presentasi dikantor Tour Travel-nya di Cilacap, mengenalkan Digital Marketing lebih dalam, serta open discuss dengan para pegawai dikantornya.

Perjalanan dari Bandung ke Cilacap ini sangat menolong gw, selain karena gratis tis tis tis, gw juga semakin dekat dengan jogja, which is hanya 4 jam dengan ongkos 50rb saja menggunakan kereta.

Presentasi di Kantor Cilacap
Presentasi di Kantor Cilacap

Setelah presentasi dikantor Pakde di Cilacap, gw santai sekitar 2 hari disana, refresh pikiran dengan melihat hijaunya persawahan, dan sepedaan menuju Pantai Teluk Penyu, tepat di seberang Pulau Nusa Kambangan.

Cilacap juga salah satu favorit gw!!
Cilacap juga salah satu favorit gw!!
Kereta Api Cilacap-Jogja
Kereta Api Cilacap-Jogja

Rabu, pukul 14.00, gw melanjutkan perjalanan dari Cilacap menuju Yogyakarta, dengan sedikit jajan tambahan hasil dari sharing dan open discuss gw dikantor Pakde tersebut. Setibanya di Stasiun Tugu Jogja, sunset menyambut gw dengan indahnya, dan cerahnya mio berwarna emas milik adik gw langsung menjemput kesana.

Mio Andelan di Tugu Yogyakarta
Mio Andelan di Tugu Yogyakarta

Gw menghabiskan sekitar 1 minggu di Jogja, sambil bekerja dan belajar bersama laptop, ngutak ngatuk ngobal ngobel tentang Digital Marketing, membuat konten di blog serta vlog, dan praktek promosi dengan skill copywriting gw yang pas-pasan, yang menghasilkan zero penjualan. Padahal disini gw udah kerjasama dengan salah satu penerbit untuk menjualkan produknya, namun hasilnya tetap nihil.

Gw sadar, gw harus belajar. Belajar lebih dalam lagi, belajar hal baru lagi diluar rutinitas gw, dan gw beruntung saat itu gw lagi di Jogja. Sehingga gw bisa ikut serta dalam kegiatan seminar di kampus UGM, salah satunya seminar Sociopreneur yang saat itu diadakan disana.

Gw melahap semua ilmu yang diberikan oleh pemateri, mulai dari Pak Budiono Darsono, founding father-nya Detik dan Kumparan, kemudian selanjutnya ada salah satu perwakilan dari Menpora yang menggantikan Pak Imam Nahrowi, dan salah satu manajer Bank BCA yang gw lupa namanya, namun sayang sekali Om Sandiaga Uno tidak jadi datang di acara ini meskipun fotonya terpampang besar di baliho seminar dipinggir jalan.

Tapi gw rasa materi itu lebih dari cukup, untuk menginspirasi gw menciptakan karya yang lebih baik, menjadikan gw pribadi yang lebih bermanfaat kepada sesama. Khoirunnas Anfauhum Linnas.

Disela padatnya kegiatan gw yang sngat random dan gak jelas, gw sempetin juga untuk membaca novel untuk refresh pikiran dan menyalurkan imajinasi liar gw, apalagi saat itu novel Sirkus Pohon karya Pakcik Andrea Hirata baru launching, dan menjadi teman terbaik gw di waktu senggang, sambil duduk ngopi di Indomaret Point Colombo dekat Kampus UNY.

After seminggu di Jogja, gw mulai menyusun rencana trip backpackeran ke Bali. Setelah browsing di Traveloka, akhirnya gw dapet harga tiket yang super murah dari Stasiun Lempuyangan Yogyakarta ke Stasiun Banyuwangi diujung timur Pulau Jawa, yang hanya 94.000 saja.

2 hari kemudian, gw melakukan perjalanan panjang selama 14 jam tersebut, dari pagi hingga petang lalu tibanya malam di Stasiun Banyuwangi. Diperjalanan gw mendapatkan teman yang silih berganti, mulai dari yang berhenti di Ngawi, Madiun, hingga Probolinggo. Diperjalanan ini gw juga sempat menikmati keindahan Gunung Bromo dari kejauhan, dan juga berbagi cerita serta kebaikan dengan seorang disebelah gw.

Diperjalanan tersebut, teman baru gw ini lupa mengambil uang ke atm, sehingga ketika di kereta ia sangat lapar dan ingin membeli nasi, padahal uangnya kurang sekitar 10 ribuan gitu. Seketika gw langsung menyodorkan bantuan untuk menolongnya, hingga akhirnya ia tersenyum puas setelah kenyang makan nasi tersebut. Gw juga senang melihatnya, meskipun gw hanya berbekal sari roti dan aqua yang gw beli di indomaret sebelum berangkat.

Stasiun Lempuyangan Yogyakarta
Stasiun Lempuyangan Yogyakarta
Kereta Api Yogyakarta-Banyuwangi
Kereta Api Yogyakarta-Banyuwangi
Hijaunya Persawahan dari Kereta Api
Hamparan Sawah nan Hijau

Stasiun BAnyuwangi

Pelabuhan Ketapang Banyuwangi
Pelabuhan Ketapang Banyuwangi

Setibanya di Stasiun Banyuwangi, gw lanjut makan malam lalu menunggu bis dari arah Jember yang akan naik kapal di Pelabuhan Ketapang Banyuwangi ini. Jarak dari Stasiun Banyuwangi ke Pelabuhan Ketapang ini juga sangat dekat, sekitar 300 meter so gw bisa jalan kaki dan menunggu bus di Indomaret tepat didepan pintu pelabuhan ketapang tersebut.

Pukul 00.00, tepat penggantian hari WIB, gw naik bus dari arah Jember menuju Bali tersebut, tarifnya hanya 60.000 saat itu, kalau lagi apes berkenalan dengan calo kalian akan dikenai sekitar 85-90 ribuan gitu. Sengaja gw naik bus pada dini hari karna perjalanan kapal 1 jam serta bus dari Pelabuhan Gilimanuk Bali sampai ke Terminal Mengwi di Bali itu 3 jam, dan waktu  di Bali 1 jam lebih cepat sehingga gw bisa tiba di terminal mengwi Bali pas di shubuh hari.

Setibanya di Terminal Mengwi, gw melanjutkan jalan menuju Pantai Sanur di Denpasar. Ada 2 opsi untuk menuju Denpasar dari Terminal Mengwi ini, pertama menggunakan angkutan umum dan yang kedua menggunakan ojek online. Saran gw kalau teman-teman mau pesan driver online lebih baik jalan sedikit kearah persimpangan diluar Terminal, biar gak diganggu oleh preman-preman sekitar terminal yang sedikit rese’.

Hari pertama gw menginjak Bali tersebut, gw habiskan di Pantai Sanur di pagi hingga siang harinya, lalu lanjut ke Legian dan Kuta pada sore hingga malam harinya. Gw memutuskan untuk nongkrong di Legian hingga shubuh melihat para bule mabok-mabokan dan lanjut tidur di Pantai Kuta pada pagi harinya.

Pantai SAnur Denpasar
Pantai Sanur Denpasar
Pantai SAnur Denpasar
Pantai Sanur Denpasar
Sunset Pantai Kuta Bali
Sunset Pantai Kuta Bali

Gw baru sadar bahwa pegangan gw tinggal sedikit, kalau gak salah dibawah cepek waktu itu, sehingga gue harus menggembel ria tidur beralaskan pasir di Pantai Kuta. Pukul 09.00 pagi, gw teringat bahwa seminggu sebelumnya, gw sempat menghubungi kontak Rumah Singgah Backpacker yang menyediakan tempat tinggal gratis bagi traveler tersebut. Gw dapet kontak ini dari aplikasi Couchsurfing.

Mbak Sri, si pemilik rumah singgah, langsung membalas message gw dan mempersilahkan gw datang untuk nginap disana, gw langsung tancap gas memesan gojek menuju rumah singgah yang tak jauh dari Pantai Canggu tersebut.

Sesampainya disana, gw langsung disambut ramah lalu disediakan kamar tempat tinggal dibagian belakang rumahnya yang asri dengan pemandangan sawah yang hijau. Tanpa basa basi, gw langsung masuk ke kamar dan melanjutkan tidur karna belum puas tidur pada malam sebelumnya.

Tepat pukul 12.00 siang, gw terbangun dan langsung terkaget. Ada 2 traveller India yang baru sampai dan juga bakal nginep disana. Keberuntungan selanjutnya menghampiri gw, 2 traveler tersebut butuh pemandu jalan mengitari Bali. Hal yang membuat gw dapat peluang untuk menemaninya, dengan ganjaran setidaknya dapat fasilitas gratis masuk tempat wisata, makan, serta rental motor. Hoki banget gw, baru sehari di Bali udah jadi guide padahal belum hafal areanya hahaa, thanks google maps!

This is our team!
This is our team!

Sore harinya kami langsung mantai dan surfing di Pantai Batu Bolong Canggu, kemudian melanjutkan perjalanan menikmati sunset di Tanah Lot. Malam harinya kami isi dengan nongkrong ngopi di Ryoshi Café sambil menikmati alunan saxophone dari Rio Siddik. Di Ryoshi Cafe ini gw melakukan sedikit dosa dengan lupa membayar Hot Chocolate.

Keesokan harinya, no pantai-pantai. Kami nge-trip ke Ubud, salah satu desa seni terbaik di dunia dan merupakan tempat yang pas untuk menikmati keindahan alam, dengan bejibun bule yang berserakan. Kami makan siang di Warung 9 Angels yang terkenal dengan konsep self-service nya (Ambil makan sendiri, cuci piring sendiri, dan bayar sendiri ala-ala kantin jujur gitu). Disini para pengunjung juga bisa duduk berlama-lama menikmati sambil membaca buku, bermain gitar, playing music hingga sharing bersama pengunjung lainnya.

WArung 9 Angels Ubud
Foto dengan Om Toni owner-nya Warung 9 angels Ubud ini

WArung 9 Angels Ubud

WArung 9 Angels Ubud

WArung 9 Angels Ubud

Sore harinya kami isi dengan foto-foto di Pura khas Bali yang biasa disebut Lotus Café dan ngopi dipinggiran jalan goutama, sebelum malam harinya kembali ke Warung 9 Angels untuk menikmati penampilan akustik dari Band asal Bandung. Pukul 10.00 malam, kami melanjutkan perjalanan pulang ditemani dinginnya Ubud.

Ubud Palace
Ubud Palace

Keesokan harinya, dikarenakan kelelahan dan mageran, gw lebih memilih untuk leyeh-leyeh diatas kasur hingga agak siangan. Hari itu kami putuskan untuk kembali mantai, arah selatan Bali alias Pecatu menjadi pilihan kami. Mulai dari nongkrong di Pantai Jimbaran sambil menyaksikan pesawat landing, lalu berenang di Pantai Padang Padang yang merupakan lokasi shooting Eat Pray Love-nya Julia Roberts, serta nyunset di Uluwatu sambil menyaksikan tari kecak. Cuma sayangnya ketika sampai di Uluwatu tiket tari kecaknya sudah habis, sehingga kami memutuskan balik dan gw harus nganterin 2 traveler asal India ini ke Bandara Ngurah Rai, mereka lanjut flight ke Singapore.

Sementara gw, memutuskan untuk jalan-jalan malam disekitaran Denpasar, sambil dengerin lagunya Denpasar Moon by Maribeth, sebelum balik menuju ke Rumah Singgah Backpacker. Diperjalanan balik tersebut, gw langsung mengambil keputusan, dikarenakan sudah puas mengelilingi Pulau Dewata, dan kebetulan lagi ada pegangan uang buat ongkos balik ke Yogyakarta, gw putuskan untuk berangkat ke Banyuwangi, malam itu juga.

Setibanya di Rumah Singgah, gw langsung pamit menuju Terminal Ubung, menumpangi bus kearah Jember dan berhenti di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Ada sedikit kisah yang tak patut dicontoh diperjalanan bus kali ini. Dikarenakan gw hanya menumpang hingga Pelabuhan Ketapang, gw tau bahwa tarif bus tersebut hanya 60.000 rupiah. Namun karena gw terlanjur berurusan dengan calo, jadi agak sedikit ribet, sehingga gw putuskan untuk nyelonong masuk kedalam bus tersebut.

Ketika si petugas karcis minta uangnya, dia malah meminta tariff 85.000 ke gw. Seketika gw langsung menghardik dia, “Saya Backpacker mas, saya tau harga, biasanya 60.000 kan!!”.

Alhasil si petugas tersebut malah gak berani minta uang gw, padahal dia mondar mandir minta uang dari para penumpang yang lain, sehingga perjalanan dari Terminal Ubung ke Banyuwangi tersebut gw gratis tis tis. ((Udah kayak preman besar gak tuhh))

Jam 4 shubuh, kapal mendarat di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Bus tersebut melanjutkan perjalanan ke Jember, sementara  gw lanjut jalan kaki ke Indomaret didepan Pelabuhan Ketapang tersebut. Terbersit sedikit kemauan untuk explore Banyuwangi, mulai dari Taman Nasional Baluran, Kawah Ijen, serta menikmati salah satu pantai di selatan yang khas dengan pasir putih serta air yang jernih. Namun seketika imajinasi tersebut punah dikarenakan gw hanya punya uang buat ongkos kereta api ke jogja, serta sedikit buat makan malam.

Gw langsung membeli tiket kereta Banyuwangi-Lempuyangan pagi itu, malamnya gw tiba di Jogja dan lanjut makan nasi goreng di Bundaran Kridosono.

Sunrise Banyuwangi
Sunrise Banyuwangi menjadi penutup perjalanan 1 bulan gw

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *