Perantauan Perdana: Pekanbaruuu. Setelah menyelesaikan sekolah dan memutuskan merantau untuk meng-upgrade diri, serta melalui jalur yang penuh liku tentang kota mana yang akan dituju di perantauan perdana ini, akhirnya nasib membawaku ke Pekanbaru.
Kota Bertuah, begitu sebutannya. Kota ini sebenarnya tidak asing bagiku, karna memang masih banyak keluarga dari mama disini, bahkan kakak dari nenek juga stay di jalan Nangka hingga akhir hayatnya. Dan dulu kalau pulang ke kampung Papa di Bandung, selalu transit di Pekanbaru karna naik pesawatnya dari sini.
Jadi gw gak benar-benar ngerasa merantau, hanya seperti pindah kamar. Apalagi semua biaya masih ditanggung orang tua, mulai dari biaya sewa rumah, jajan bulanan, hingga kendaraan. Jadi ya masih ngerasa di zona nyaman gitu.
Meskipun cobaan diawal perantauan lumayan berat, karena miss komunikasi dengan pemilik rumah yang kami sewa, gw dan 2 orang temen serumah (yang juga sama-sama dari Dumai, dan rumah kami disana hanya berjarak beberapa meter) harus tidur tanpa listrik dan air untuk 5 hari pertama. Listrik dirumah tersebut sudah dicopot karna nunggak pembayaran selama 3 bulan.
Disitulah kami ngerasain tidur dengan lampu minyak tanah seperti di perkampungan, dan harus mandi di musholla yang kebetulan ada didepan kontrakan kami. Tapi itu bukan masalah yang terlalu berat sih, namanya juga awal perantauan.
Memasuki awal-awal kuliah, nothing special. Kehidupan sebulan pertama hanya rutinitas pulang balik ngampus, dan terkadang jogging sore di Stadion Kampus UNRI. Hal yang membuat gw merasa sangat jenuh, karna meskipun sudah meninggalkan rumah dengan sangat jauh, tidak ada perubahan yang benar-benar signifikan dalam hidup gw.
Gw mulai mencoba beberapa tantangan baru, dan menghidupkan kembali mimpi masa kecil gw, yaitu menjadi pemain bola. Harapan kembali terbuka dikarenakan gw sempat seleksi tim PSPS U-21, yang saat itu masih berada di kasta tertinggi sepakbola Indonesia.
Meskipun pada akhirnya tidak terpilih, gw tetap bersemangat karna kegagalan ini bisa jadi motivasi untuk lebih baik lagi. Apalagi saat itu tim sepakbola Riau juga sedang persiapan sebagai tuan rumah dalam ajang PON ke 18. Hal yang membuat gw kembali latihan bekerja keras pagi sore agar bisa tembus ke tim PON Riau tersebut.
Gw mulai memperbanyak sosialisasi, menambah relasi, dan bergabung ke tim sepakbola yang ada di Kampus serta tim lokal Pekanbaru. Gw beruntung karna hanya dalam beberapa kali seleksi, akhirnya gw terpilih sebagai pemain Kampus UIN serta tim Riau Pos FC yang memberikan gw banyak jam terbang dan bertemu dengan pemain-pemain yang udah level nasional.




Disini gw mulai fokus latihan bersama tim dan mengikuti banyak kompetisi agar bisa lebih matang dalam bermain. Gw juga sempat balik ke Dumai untuk persiapan Porda serta kompetisi divisi 3 membela nama Dumai.
Namun apalah daya, di zaman gw tersebut (sekitaran 2011-2012) sepakbola Indonesia sangat bermasalah, para kaum elite diatas sana saling bertarung dengan ego mereka memperebutkan tahta kekuasaan, yang belakangan gw tau sangat banyak mafia bermain diatas sana karena perputaran uang yang dimainkan cukup besar, bisa laah untuk tabungan kekayaan beberapa keturunan.
Sehingga para pemain receh seperti kami ini tidak diperhatikan pemerintah, bahkan hanya menjadi beban karena meminta bayaran yang bahkan tidak sanggup dipenuhi dengan berbagai alasan, seperti dana dari atas yang belum cair, belum dapat sponsor, serta uang dilarikan oleh si bos. Pemain receh yang hanya membutuhkan kompetisi dan pengalaman bermain ini hanya bisa pasrah dengan keadaan.
Jadilah gw mengundurkan diri untuk mengikuti beberapa kompetisi sepakbola resmi, dan lebih memilih Tarkam, semacam kompetisi antar kampung yang memang uangnya benar-benar jelas, habis main langsung dibayar. Meskipun kalau cedera, belum tentu ada pertanggungjawaban, paling kuat hanya diurut oleh dukun patah disekitar kampung tersebut. Tapi demi cinta, yang orang zaman sekarang banyak menyebutnya passion, gw akan ngelakuin apapun agar bisa upgrade skill gw.
Kurang adil sih rasanya kalau kita hanya menyalahkan keadaan disaat gagal, karena memang kita punya tanggung jawab atas sesuatu yang telah kita pilih. Dari sisi pribadi gw juga telah gagal menentukan prioritas, menjaga fokus, serta kurang bekerja keras dalam latihan sehingga karir sepakbola gw memang kurang mentereng seperti temen-temen seangkatan gw.
Alhasil, harapan gw untuk bermain di Pekan Olahraga Nasional (PON) yang ke-18 dengan Riau sebagai tuan rumah, dan bisa ditonton secara langsung oleh orang tua dan saudara-saudara gw, akhirnya gagal. Bahkan pahitnya lagi, gw gagal tanpa mengikuti seleksi, karna kurangnya pergaulan serta kurang kepo mencari informasi sehingga gw gatau kapan seleksi PON tersebut. Atau jangan-jangan memang benar-benar ga ada seleksinya, mereka hanya cabut pemain dari sana sini. Hahahaa enak banget ya hidup dengan nyalahin orang lain.
Disini gw mulai beralih dan mengenal futsal, olahraga 5 lawan 5 yang ga jauh bedanya dengan sepakbola. Sama-sama dimainkan dengan kaki serta memiliki penjaga gawang (ga perlu dijelasin juga kalee). Karir gw di futsal lumayan laah, karna memang turnamen futsal lebih sering diadain (hampir disetiap weekend), mulai dari antar jurusan, antar kampus, serta antar tim di Pekanbaru bahkan Riau.
Beberapa gelar baik itu pribadi maupun tim sempat gw raih, yang membuat mimpi gw sedikit berubah, dari pemain bola menjadi pemain futsal professional. Apalagi saat itu futsal masih belum terlalu booming, sedikit persaingan, dan pemain bola yang kurang baik nasibnya banyak yang lari ke futsal, karena memang basic yang bagus dalam passing-control-moving dalam sepakbola sangat apik diterapkan dalam permainan futsal.
Dan berikut adalah foto-foto koleksi perjalanan Futsal gw:











Setelah KKN, gw memutuskan untuk merantau ke Jakarta, meninggalkan kuliah gw hampir satu semester untuk menuntut ilmu belajar futsal disini, dan juga masih mencoba peruntungan di sepakbola karena salah satu pelatih gw waktu di Dumai saat itu sedang menangani Persija dan Villa 2000, sehingga memungkinkan gw untuk mencoba peruntungan, siapa tau masih ada rezeki nya di sepakbola.
Pada perantauan di Jakarta kali ini, benar-benar merupakan salah satu pertaruhan terbesar dalam hidup gw, apakah harus serius mengejar karir di futsal atau sepakbola, ataupun berputar haluan mencari bidang baru yang menjadi passion gw agar lebih semangat dalam menjalani hidup.
Hingga akhirnyaaa, jeenggg, sebuah petaka mendatangi gw. Tak pernah diduga dan tak pernah disangka, sesuatu yang gw perjuangin semenjak jatuh cinta dengan permainan ini, sekitar tahun 2002 setelah melihat aksi Si Kunyuk Ronaldo membawa Brazil juara Piala Dunia, hal yang juga membuat gw termotivasi untuk menjadi pemain bola, harus berakhir hanya dalam 1 detik.
Bayangkan itu, sesuatu yang udah diperjuangin jatuh bangun pagi sore hingga malam selama bertahun-tahun, harus mengorbankan banyak hal demi ambisi pribadi, harus berakhir dengan sangat tragisss.
Dikarenakan ketidaksiapan, kondisi yang tidak fit, habis begadang, serta harus bertanding melawan tim kampus yang saat itu menjadi juaranya Jakarta, dan berisi pemain yang udah level nasional dan beberapa kali mewakili Indonesia, membuat gw sedikit grogi di pertandingan yang hanya ujicoba tersebut.
Alhasil, dikarenakan salah mendarat, lutut gw mengalami disposisi, ter-overstrech sehingga robek yang membuat dengkul gw juga bergeser, perih dan sangat perih, bahkan membuat gw tidak bisa berjalan lebih dari sebulan, dan gak bisa jongkok boker maskimal selama berbulan bulan.
Lebih sakitnya lagi, ketika mencoba diperiksa di fisioterapi, si mba nya mengatakan kalau cedera ini sangat parah, dan harus operasi agar nih dengkul bisa normal lagi. Belum lagi proses menghilangkan trauma-nya, butuh seorang psikolog papan atas untuk menghilangkan rasa trauma ini agar tidak berkepanjangan. Bahkan sampai sekarang, kalau nyeritain proses jatuh dan cedera ini, nih dengkul masih terus bergetar seolah-olah belum sembuh seperti saat pertama kali kena.

Duh terlalu panjang kalau ceritain ini disini, kayaknya gw harus lanjut di artikel yang lain aja. Singkat cerita, setelah menghabiskan waktu sekitar 2 bulanan di tanah Jawa, akhirnya gw memutuskan untuk pulang ke Riau.
Gw pulang sebagai pecundang, meskipun ga ada satupun orang yang peduli dengan hal tersebut. Gw hanya kecewa sama diri sendiri, karna realita tak sesuai dengan ekspektasi. Karna harapan gw untuk kembali ke Riau sebagai salah satu pemain yang ditakuti, dan digadang-gadang sebagai rising star. Hahaa semuanya hanya bullshit wkwkwk
Yang ada hanya gw pulang ke Riau, melanjutkan kuliah, tidak bisa lagi bermain bola, kaki pincang, berasa hanya memiliki satu kaki, cacat, dan gak ada satupun yang peduli. Pupus sudah semua harapan yang dibangun di kepala sendiri, yang membuat tekanan batin secara psikologi, dan yang tau hanya kita sendiri.
Kenapa jadi panjang yak curhatnya, padahal tadi singkat cerita..
Setahun terakhir di Pekanbaru, gw hanya fokus menyelesaikan skripsi, sambil mencari dunia baru yang bisa gw geluti. Sebenarnya sih, gw sempat aktif di organisasi jurusan bidang entrepreneur, dengan menjual jersey club sepakbola, dan membangun komunitas entrepreneur di kampus.
Karena cita-cita gw, selain menjadi pemain bola, juga pengen menjadi seorang pengusaha atau entrepreneur. Dan ini gw mulai di kalangan kampus, dengan menjual sesuatu yang sesuai bidang gw dan mendapatkan penghasilan. Disini gw juga mengajak teman-teman terdekat untuk berani membuka bisnis sendiri berdasarkan hobi, bahkan ada salah seorang teman yang berhasil hingga saat ini, dengan bisnis install laptopnya ia bisa menutupi kebutuhan sehari-hari, menabung, menikah, punya anak, serta sedang dalam tahap menyicil rumah (Lumayan gak tuhh)
Selain bisnis jersey, gw juga mulai mencoba peruntungan lain di bidang bisnis. Mulai dari peternakan, yaitu ternak lele yang berujung lele nya mati semua gatau karena apa, menjual kerupuk cabe khas Dumai yang pada akhirnya banyak penolakan dan ujung-ujungnya kerupuk tersebut kami makan sendiri, menjual cat tembok rumah dengan stok 22 ember yang semuanya gak laku dan gatau bakal jadi apa, serta menocba peruntungan membangun komunitas di twitter agar bisa menjalankan bisnis online model baru seperti anak-anak muda seumuran gw. Semuanya gagal, Alhamdulillah. Ternyata menjadi pebisnis itu gak gampang ya, gak lebih gampang daripada menjadi pemain bola professional hahaa
Balik lagi ke sepakbola, setelah hampir setahunan, kaki gw mulai sedikit pulih, meskipun gak bener-bener pulih. Karna emang secara medis dengkul ini hanya bisa pulih dengan operasi, yang menghabiskan dana hampir 100 juta, uang dari mana coba!!
Tapi dengan kondisi yang lumayan bisa untuk main, meskipun cedera ini harus kambuh tanpa memberi kabar atau pertanda sebelumnya, gw memberanikan diri untuk mengikuti kompetisi sepakbola PSSI Pekanbaru, yang gw jadikan ini kompetisi sepakbola resmi terakhir gw.
Adalah Tim Riau Pos FC, yang memberikan gw kesempatan ini. Tim yang secara tahun udah gw bela selama 4 tahun ini, meskipun gw nya itil alias ilang-ilang timbul, akhirnya mempercaya gw untuk bermain di kompetisi tersebut. Karena memang mereka kekurangan pemain, pemain utama mereka banyak yang sudah dikontrak tim divisi satu dan divisi utama untuk berkompetisi di liga nasional, lagian gak level juga dong mereka bermain di kompetisi lokal.
Jadilah gw, pemain dengan kemampuan terbatas, bersama 13 pemainnya yang terdaftar, berjuang untuk mengharumkan nama perusahaan media ini. Dengan semangat pantang menyerah dan modal juang yang tinggi, tanpa diduga tanpa disangka kami bisa meraih gelar juara di Kompetisi Divisi Utama PSSI Pekanbaru tersebut.
Padahal, padahal ya kan, sejak pertama kali berdiri di tahun 1997 hingga saat itu 2015, tak sekalipun tim tersebut bisa menjuarai kompetisi ini, meskipun dengan pemain yang bertabur bintang. Lah, kami yang saat itu hanya berisi pemain sangat muda, dan gw termasuk senior dari segi umur, bisa menyabet gelar juara tersebut dengan kerja keras dan kekompakan tim. Bahkan sebelum dan sesudah bertanding kami selalu menyempatkan untuk bisa sholat berjamaah agar membangun chemistry bersama rekan setim.
Berikut foto-foto juara gw dan rekan-rekan Riau Pos FC
Alhamdulillah, rezeki gak kemana. Sometimes you win, sometimes you learn.
Turnamen yang gw jadiin turnamen sepakbola resmi terakhir dalam hidup gw, meskipun gw ga bilang ke siapa-siapa, hanya berkomitmen sama diri sendiri aja, sudah cukup rasanya membuat gw bangga karna pada akhirnya bisa mengecap juara. Meskipun yang lainnya melihat ini hanya biasa-biasa saja, sebuah turnamen biasa, apalagi mereka sudah sering mendapatkan juara. Tapi bagi gw ini tetap luar biasa buat gw. Bodo amaat…
2 bulan setelah menjuarai kompetisi sepakbola ini, akhirnya gw bisa mengikuti ujian skripsi. Alhamdulillah, di hari kartini, gw mendapatkan gelar sarjana gw yang pertama dan terakhir kalinya

Dan berikut foto-foto kenangan masa kuliah gw :



Beberapa bulan berikutnya, gw wisuda. Dan gak seperti anak-anak lainnya yang bangga saat wisuda dan menjadi sarjana, gw malah galau segalau-galaunya. Galau karena kemana gw harus melangkah setelah ini, apakah harus bekerja dan menetap di Pekanbaru, balik ke Dumai, atau mencoba merantau ke daerah baru siapa tau bisa ketemu nasib dan jodoh disana.
Hingga akhirnyaaa, jeng jeeenngg, gw pilih Batam sebagai pelabuhan perjalanan gw berikutnyaa….