Petualangan Gilo Menuju Angso Duo. Mungkin ini salah satu petualangan nekat gw bersama temen-temen, salah satu perjalanan masa muda yang tak terlupakan. Gimana nggak nekat coba, gw memulai perjalanan ini jam 2 dinihari, naik motor dari Pekanbaru menuju Padang Sumatra Barat.
Perjalanan melewati Bangkinang, Rantau Berangin, hingga Kabupaten 50 Kota yang merupakan perbatasan antara Sumbar dan Riau ini berteman dingin dan sepinya malam. Mungkin dikarenakan niatnya yang lurus, perjalananan kami pun Alhamdulillah mulus.
Pukul 04.30 dinihari, kami beristirahat sejenak di Pom Bensin Pangkalan yang dikenal sebagai rest area. Kemudian pukul 05.00 kami melanjutkan perjalanan, setengah jam kemudian, kami udah tiba di Kelok 9 dan foto-foto bersama embun disana.
Kami istirahat sejenak pagi harinya di Payakumbuh, sarapan lontong kemudian lanjut jalan menuju Padang. Di perjalanan menuju Padang dengan kondisi sangat mengantuk ini, gw yang membawa motor sempat tertidur sambil berkendara, sebelum klakson dari Truk didepan mengejutkan kami. Alhamdulillah masih selamat.
Pukul 12.00 siang harinya, akhirnya sampai juga kami di Jalan Flores, Ulak Karang, Kota Padang. Kami istirahat sejenak menjelang sore, sebelum lanjut ke lapangan Rafhely Futsal di by pass, menonton event futsal nasional yang juga udah agenda tahunan dari Federasi Futsal Indonesia tersebut.
Ya, niat kami ke Padang ini adalah untuk nonton event futsal nasional tersebut, selain jalan-jalan bareng temen setim, nyari lawan sparingan futsal, lalu menyeberangi salah satu pulau yang ada disekitaran Padang.
Malam itu kami tutup dengan minum teh talua seharga 25 ribu, lumayan mahal sih dikarenakan salah satu temen gw, memesan teh talua, dengan logat Jakarta. Ya, menurut gw, bahasa mempengaruhi harga, kalau di Padang.
Keesokan harinya, kami lanjut nonton futsal di Rafhely karena emang lagi gila-gilanya futsal saat itu, pengen banget jago, juara dimana-mana, jadi idola para wanita. Di turnamen Rafhely tahun 2015 tersebut, sedang jaya-jayanya Bayu Saptaji dan Ardiansyah Runtuboy, yang disebut-sebut sebagai bocah ajaib. Kami kesana cuma pengen foto bareng mereka. Hmmmm…
Sore harinya, kaki kami mulai gatel, gatel pengen main. Sehingga kami putuskan untuk menghubungi semua kontak teman yang di Padang, untuk cari lawan. Gaya bet pokoknya dah. Dan kemudian kring, dari sebuah hp blackberry seorang temen, saat kami sedang menikmati keindahan sore Padang dari Taplau, didapatlah sebuah message bahwa ada lawan sparingan untuk kami main malam itu juga, jam 7 di Lapangan GSC, Gunung Pangilun.
Kami langsung bergegas mengambil sepatu, menuju lapangan, dan bersemangat untuk bermain mengeluarkan skill terbaik. Tapi yang terjadi di lapangan, kami malah marah-marahan, saling menyalahkan, dan nonjolin ego masing-masing. Beruntung kami bisa menang jarak 1, jaga pelanggan kalo bahasa futsalnya, dan selamat dari patungan kalah bayar lapangan.
Malam itu juga, selepas futsal, kami mulai menyusun rencana untuk trip ke Pulau. Karena sayang kalau udah ke Padang tapi nggak singgah ke Pulau. Beberapa pulau menjadi pilihan kami, mulai dari Mentawai, Cubadak di Carocok/Painan Pesisir Selatan, Pamutusan/Pagang/Pasumpahan di Padang, ataupun yang saat itu masih baru dan hits, Pulau Angso Duo di Pariaman.
Kami mulai menghitung-hitung rencana. Kalau ke Mentawai, kejauhan dan kemahalan. Sementara kalau di Painan, ataupun Pasumpahan/Pagang/Pamutusan, terlalu mainstream, khususnya buat anak-anak Riau yang traveling ke Padang. Sehingga kami memutuskan ke Pulau Angso Duo di Pariaman, yang agak sedikit anti-mainstream.
Pukul 06.00 pagi, kami memulai perjalanan dari Stasiun Basko menuju Pariaman. Terdapat sedikit drama karena salah seorang teman kami harus ketinggalan kereta, ia lebih memilih boker di stasiun ketimbang didalam kereta. Untung saja dia bisa naik ojek mengejar kereta, dan naik dari Stasiun Tabing. Hingga akhirnya dia bisa ikut rombongan. Karena yang kami sayangkan bukan dia-nya yang ketinggalan, tetapi kamera DSLR-nya tempat kami mengabadikan moment.
Setelah perjalanan dua jam, akhirnya kami tiba di Pariaman. Kami memutuskan untuk sarapan terlebih dahulu sebelum lanjut jalan kaki menuju Pantai Gondoriah, lalu naik kapal menyeberang ke Pulau Angso Duo.
Di Angso Duo ini, kami bener-bener menikmati kebersamaan. Bercanda ria, bermain bola, nyanyi bersama, dan foto-foto ala kenakalan remaja. Panas terik siang itu nggak menghambat kami para bolang untuk menikmati suasana pulau yang terletak di Samudera Hindia.
Beningnya air laut, putihnya pasir pantai, birunya langit siang itu, dengan hembusan ombak dan anginnya yang perlahan, menggerakkan ranting-ranting dan dedaunan, serta tawa kami yang direkam oleh semesta, menjadi kumpulan mozaik yang membentuk harmoni di dalam ingatan kepala kami masing-masing. Apalagi saat itu adalah tahun peralihan, dimana sebagian dari kami ada yang sudah menyelesaikan kuliah, dan memasuki dunia kerja. Udah jarang futsal lagi deh..
Sore harinya, kami naik kereta dari Stasiun Pariaman kembali menuju Padang. Seolah efektif memanfaatkan waktu, malam harinya kami langsung melanjutkan perjalanan pulang kembali ke Pekanbaru.
Perjalanan dari Padang yang dimulai jam 10 malam tersebut, lumayan menyeramkan apalagi ketika melewati Lembah Anai, gw sedikit melihat sesuatu yang sereem. Namun dikarenakan bersama kawan-kawan, seolah rasa takut gw hilang ntah kemana.
Kota Bukittinggi kami lewatkan begitu saja, tanpa mampir di Jam Gadangnya. Kami lalu istirahat sejenak di Payakumbuh, menonton pertandingan semifinal Liga Champion di warung pinggir jalan, sebelum kemudian lanjut numpang tidur di Pom Bensin, untung saja Hp tidak hilang dimaling.
Kami terbangun pukul 09.00, melanjutkan perjalanan melewati Kelok 9, kemudian masuk ke perbatasan, lalu Rantau Berangin, Kuok, Bangkinang, Air Tiris dan Danau Bingkuang. Hingga akhirnya tiba di Pekanbaru dengan selamat tepat di jam 12.00 siang.
Unforgetable moment dong pastinya….